Belajar Bermakna dan Menyenangkan dengan Diferensiasi
Najeela Shihab, dalam bukunya yang berjudul Diferensiasi : Memahami Pelajar untuk Belajar Bermakna dan Menyenangkan menuliskan bahwa dalam banyak perjuangan, menyepakati cita-cita, sesulit apa pun itu, tetap lebih mudah daripada menyepakati cara.
Menurutnya lagi, faktanya sebagian besar percakapan dalam dunia pendidikan adalah perdebatan tentang cara. Hingga ujung-ujungnya perdebatan selesai dengan setuju untuk tidak setuju. Padahal, ketika kita memiliki tujuan yang sama maka menyepakati cara yang efektif untuk mencapai tujuan menjadi menantang.
Apa yang dituliskan di atas, menarik perhatian saya untuk membaca lebih lanjut tentang buku diferensiasi tersebut. Kesuksesan proses belajar dan mengajar dimulai dan diakhiri saat seorang murid mampu menjawab pertanyaan berikut :
- Apakah saya dipahami?
- Mengapa saya belajar ini?
- Apakah saya telah menunjukkan kemajuan?
- Apakah saya terlibat dalam mengambil keputusan dalam proses belajar-mengajar?
- Apakah yang dapat saya lakukan dengan mengaplikasikan pembelajaran ini?
Tentunya masih banyak isi dari buku diferensiasi tersebut, seperti tentang miskonsepsi diferensiasi, keragaman anak, disiplin positif, pembelajaran inkuiri dan berbagai contoh penerapan diferensiasi.
Dalam postingan ini, saya mencoba mengulas sedikit apa yang dituliskan di atas sesuai kemampuan dan pengalaman yang kumiliki.
Merujuk pada 5 pertanyaan di atas, penting untuk dipahami oleh kita, khususnya guru dan orang tua bagaimana kita perlu memahami murid atau anak kita ketimbang kita berusaha dipahami. Kita sering memaksakan kehendak agar anak mengikuti apa yang kita inginkan. Misalnya untuk terus belajar, mendapatkan nilai yang baik, mengerjakan berbagai tugas yang diberikan dan selanjutnya. Hal yang dilupakan oleh kita adalah anak-anak butuh dipahami dan mereka melakukan sesuatu butuh dorongan yang lebih kuat dari dirinya sendiri, yakni motivasi intrinsik.
Umpan balik sebagai apresiasi
Mereka, para murid atau anak kita, juga perlu bagaimana menilai keberhasilannya melalui refleksi diri maupun dibantu dengan umpan balik dari guru atau orang tua. Umpan balik bisa dibuat dengan mengapresiasi yang dikerjakan murid, menunjukkan apa yang dapat dikuatkan dan memberitahukan caranya jika perlu. Misalnya, ketimbang mengatakan pekerjaan kamu sudah bagus, hebat, memberi jempol, memberi bintang 5 dan seterusnya, umpan balik yang kita sampaikan kepada anak-anak berbasis konten atau spesifik. Misalnya ketika seorang guru meminta anak membuat peta konsep atau mind map maka umpan balik bisa dengan menyampaikan bahwa peta konsep yang kamu buat sudah memuat banyak kata kunci. Kata kunci sudah diperkuat dengan gambar yang sesuai. Akan menjadi lebih menarik jika peta konsep yang kamu buat menggunakan berbagai warna yang berbeda untuk tiap cabangnya. Kamu bisa melihat berbagai contoh peta konsep yang menarik di internet atau sumber lainnya.
Dan hal yang penting juga bahwa anak dilibatkan mulai sejak perencanaan. Ketimbang misalnya kita mengatakan bahwa tujuan pembelajaran kita adalah setelah berdiskusi kalian bisa menganalisis.... akan lebih menantang dan bermakna jika kita menunjukkan gambar/video atau stimulus lainnya, kemudian mendiskusikan tentang tujuan pembelajaran yang hari itu. Kemudian, dilanjutkan dengan pertanyaan apakah buktinya tujuan itu bisa tercapai. Dan dilanjutkan dengan pertanyaan, kira-kira pembelajaran seperti apa yang paling menarik menurut kalian. Nah, di sini pelibatan siswa bukan sekedar menjadi obyek semata yakni mengikuti instruksi sesuai skenario pembelajaran yang kita buat.
Ngomong-ngomong, kayak backward design ya? Merumuskan tujuan - menanyakan bukti (asesmen/penilaian) - langkah-langkah pembelajaran. Ya, di samping mengingat Tomlinson dengan diferensiasinya, kita perlu mengingat McTighe dan Wiggins dengan Understanding by design (UbD)-nya.
Mengenai pertanyaan terakhir, apa yang dapat dilakukan oleh murid untuk mengaplikasikan yang dipahami dalam rangka mewujudkan kebermaknaan. Meski ada yang menganggap, bermakna itu bukan berarti murid dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut saya, tidak menjadi masalah ketika bermakna bisa diartikan murid dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari tetapi itu adalah salah satu indikatornya. Indikatornya dengan bermakna ini, murid tidak berhenti pada memahami materi atau konsepnya. Misalnya saat belajar tentang pengukuran dalam IPA, maka perlu ditanyakan setelah memahami konsep besaran dan satuan, cara pengukuran dan lainnya kemudian apa yang akan dilakukan? Atau juga setelah mempelajari pembuatan teks prosedural kemudian apa yang akan dilakukan?
Diferensiasi adalah keniscayaan
Secara alamiah, guru menghadapi berbagai perbedaan yang ada di kelas. Saya yakin, setiap guru pernah mengalami pengalaman menghadapi anak-anak secara individual atau kelompok kecil dengan telaten. Pada saat itulah, sebenarnya guru telah menerapkan diferensiasi.
Setiap guru menyadari, bahwa dalam satu kelas anak-anak pasti beragam. Dan saat mengajar memikirkan strategi apa agar anak-anak mampu mencerna materi yang akan diajarkan. Sehingga ada yang memikirkan dengan melakukan pembelajaran berkelompok, ada yang memberikan berbagai jenis konten seperti gambar dan video, ada yang melakukan diskusi kelas dan lainnya.
Apapun caranya, berhasil atau tidak, asalkan memang berkomitmen untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan, seorang guru akan terus melakukan upaya-upaya agar pembelajarannya berhasil. Terkait dengan diferensiasi ini, maka ukuran keberhasilan pembelajarannya adalah tujuan tercapai dan kebutuhan anak terpenuhi.
Kembali apa yang disampaikan Naajela, bahwa asalkan memiliki cita-cita yang sama, maka memikirkan cara itu sebagai tantangan bersama. Cara ini atau strategi ini bisa sangat bervariasi meskipun guru-guru tersebut memahami konsep pembelajaran berdiferensiasi atau tidak, dalam hal ini menurut Tomlinson, tetapi asalkan bertekad menjadikan pembelajaran bermakna serta menyenangkan maka diskusi akan terus berlanjut.
Keberagamaan tentang siswa adalah keniscayaan yang menjadi tantangan, sehingga menyikapinya pun perlu beragam cara. Fokus pada tujuan dan kebutuhan murid, itu kunci utamanya.
Saya akhiri postingan ini dengan apa yang disampaikan oleh Najeela Shihab :
"Diferensiasi adalah modifikasi proses, mendesain berbagai aktivitas untuk membantu pelajar memahami materi dan memodifikasi produk, serta memberikan kesempatan bagi pelajar menunjukkan apa yang mereka pahami atau hasil belajar lewat berbagai bentuk."
Serta apa yang dituliskan oleh Tomlinson :
Nah, 'kan akhirnya malah belum jadi membaca tuntas buku diferensiasi dari Najeela Shihab itu. Yang lebih penting lagi, mari terus menerus membuat catatan, melakukan refleksi serta berkomitmen untuk melayani murid dengan merdeka dan memerdekan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar