Minggu, 24 Januari 2021

Sekolah Itu Candu

Buku berjudul Sekolah itu Candu yang ditulis oleh Roem Topatimasang jangan membuat kita baper. Apalagi tidak membacanya tetapi hanya melihat judulnya.

Istilah candu atau bisa dipersepsikan sebagai ketagihan dianggap sebagai hal yang negatif. Sesuatu yang memabukkan, bikin nge-fly, berteman dengan narkoba, dan berbagai gambaran negatif lainnya.

Saya melihat buku Sekolah itu Candu sebagai bentuk kritik krisis terhadap dunia pendidikan. Dan kritikan itu memang perlu dijawab bukan untuk dikritik balik yang bisa menjadi debat kusir.


Saya kutip kata-kata dari George Bernard Shaw dari buku itu

"He who can, does!
He who cannot, teaches!"
(Dia yang bisa, kerjakan!
Dia yang tak bisa, ajarkan!)
Bikin gemesnya oleh penulis ditambahi dengan kalimat 
He who cannot teach, builds school!
(Dia yang tidak bisa ngajar, dirikan sekolah!)"

Bisa dibayangkan misalnya seorang pensiunan atau siapapun yang tidak mengerti tentang pembelajaran kok bikin sekolah. Kira-kira sekolahnya mau seperti apa?

Ada juga cerita bergambar yang menceritakan bagaimana pelajar dan mahasiswa dipisahkan dari berbagai persoalan masyarakat. Para pelajar dan mahasiswa tersebut sibuk belajar dan hanya belajar sedangkan orang tua atau masyarakat sibuk dengan persoalan mencari nafkah.

Para pelajar dan mahasiswa tersebut mengejar ijazah semata sementara rakyat megap-megap mencari sesuap nasi. Digambarkan pelajar atau mahasiswa tersebut mendapatkan ijazah dengan "menindas" rakyat yang megap-megap tadi.

Muncul pertanyaan "Apa sekolah macam itu masih ada?"

Cerita bergambar tersebut tentunya tidak boleh dijadikan generalisasi. Tetapi mari kita cermati dengan baik.

Kita sering mendengar orang tua menasehati anaknya dengan wajah lembut nan tulus. "Nak, yang penting kamu sekolah. Jangan pikirkan bagaimana Bapak mencari biayanya. Bapak tidak masalah harus bekerja sekuat tenaga, yang penting kamu tetap bisa sekolah."

Bayangkan juga sekolah yang tidak seimbang dalam memberikan penilaian ke siswa. Lebih banyak ke penilaian pengetahuan dan ketrampilan saja, sedangkan ranah sikap  dipentingkan. Indikatornya penilaian pengetahuan dan ketrampilan dilakukan dengan banyak pertimbangan tetapi penilaian sikap dilakukan dengan sekilas saja. 

Padahal sikap ini yang menunjukkan seberapa besar para pelajar dan mahasiswa akan memiliki kepekaan terhadap beban yang dialami oleh orang tua atau masyarakat seperti dalam cerita bergambar tersebut. Bagaimana mereka memiliki kepekaan sosial sehingga ketika mengenyam bangku pendidikan mau tekun belajar dan prihatin atau sederhana. Prihatin atau sederhana, setidaknya begitu, ketika tidak bisa membantu beban orang tuanya secara langsung.

Tapi ketika memang sekolah dianggap sebagai candu, gambaran siswa yang belajar bak di atas menara gading dan orang tua sibuk mencari uang, tidak salah juga. Sekolah Itu Candu.

Boleh jadi, orang tua yang bilang kepada anaknya untuk ikut membantu mencari nafkah atau disuruh menjaga adik-adiknya saat ditinggal kerja, sudah merdeka dari istilah Sekolah Itu Candu.

Entahlah.

 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daftar Blog Saya

Comments

Postingan Acak

Pengikut

Back To Top