Kamis, 04 Februari 2021

Asesmen Kompetensi Minimum vs Ujian Nasional

 AKM vs UN

AKM vs UN
Asemen Kompetensi Minimum (AKM) vs Ujian Nasional (UN) sebenarnya bukan judul yang tepat untuk menggambarkan apa yang akan dibahas dalam tulisan ini. Tetapi memberi judul seperti itu sebagai bentuk kekhawatiran penulis terhadap beberapa anggapan yang keliru mengenai keberadaan AKM itu. Seperti adanya anggapan untuk menyonsong AKM, siswa disiapkan seperti layaknya menghadi UN. Ada modul, ada les tambahan, ada try out dan sejenisnya. Saya kira hal seperti ini perlu untuk diluruskan.

Miskonsepsi tentang AKM ini akan berdampak yang besar manakala menyikapinya seperti menghadapi UN. Bukan melanggar esensi penyelenggaraan AKM itu sendiri tetapi juga merupakan kesia-siaan. Berlebihan kah? Mungkin. Tapi perlu ditegaskan bahwa AKM sebagai bagian dari Asesmen Nasional ini sangat berbeda dengan UN sehingga harus disikapi dengan cara berbeda. 

Jadi ingat Ki Hajar, menanam jagung berbeda dengan menanam padi. Biarkan jagung atau padi itu tumbuh sesuai kodratnya. Tapi AKM dan UN bukan padi dan jagung tentunya ya? Sedikit memaksakan analogi saja, bahwa 2 hal yang berbeda hadapilah dengan cara yang berbeda.

Apa saja perbedaan antara AKM dengan UN
1. Tujuan penyelenggaraan AKM dan UN berbeda
AKM sebagai bagian dari Asesmen Nasional (AN) bertujuan mengevaluasi mutu sekolah sebagai kesatuan sedangkan Ujian Nasional (UN) bertujuan mengevaluasi hasil belajar siswa secara individu.
Jadi, jangan berharap nilai AKM siswa akan dipublikasikan. Sekolah, saya kira juga tidak bisa mendapatkan nilai per individu.

2. Subyek siswa dan kelas
AKM ini dilakukan pada kelas V, VIII, dan XII dengan pesertanya diambi secara random. UN dilakukan pada akhir jenjang (kelas VI, IX, dan XIII).
Artinya setelah nilai AKM keluar, maka masih ada waktu bagi sekolah untuk memperbaiki pembelajarannya pada siswa yang sama saat mereka naik kelas (kelas VI, IX, dan XII). Sedangkan jika nilai UN kurang memuaskan, maka perbaikan pembelajaran diterima oleh adik kelasnya. Karena yang mengikuti UN sudah lulus. Dari sini jelas kan ya implikasinya atau yang menerima manfaat.

3. Model Soal
Soal AKM sangat bervariasi bentuk atau modelnya, yaitu pilihan ganda, pilihan ganda kompleks, menjodohkan, isian singkat dan uraian. Sedangkan soal UN terbatas pada pilihan ganda meski pernah dicoba ada isian singkat untuk Matematika SMA/K

4. Sasaran penilaian
AKM berfokus pada kompetensi literasi membaca dan numerasi. Sedangkan UN berfokus pada konten tiap mata pelajaran. Akibatnya apa dari sasaran penilaian seperti ini? UN bisa memicu anggapan ada pelajaran yang penting dan kurang penting. Tentunya kita gak bisa menolak anggapan ini. Kenyataannya yang subur berkembang adalah les mapel UN serta program sekolah pun arahnya ke sukses UN. Padahal banyak nilai-nilai tersembunyi yang melekat pada tiap-tiap mapel, seperti nilai kejujuran, tidak mudah menyerah, kreatif, inovatif yang seolah hilang ruhnya karena UN.

AKM menilai kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa (dalam hal ini literasi membaca dan numerasi) untuk menjawab berbagai permasalahan kehidupan sehingga keberadaan mereka di masyarakat akan berdampak langsung. Apalagi dilengkapi dengan survei karakter dan survei lingkungan belajar.

5. Metode penilaian
Perbedaan cara menilai ini bagi saya hal yang sangat dahsyat dan berbeda. Saat UN siswa mendapatkan soal yang sama atau setara dengan yang lainnya tetapi diacak. Sedangkan pada AKM ini, siswa mendapatkan soal yang berbeda sesuai dengan tingkat kompetensi yang dipunyainya. Bayangan saya kalau sedang main game, ketika tidak bisa maju ke level yang lebih tinggi diberi kesempatan mencoba pada level yang sama atau kembali ke level yang lebih rendah.

Metode penilaian UN menggunakan Computer Based Test (CBT) dan Paper Based Test (PBT). Seiring dengan perkembangan zaman, penilaian ini dengan tipenya otomatisasi dengan soalnya yang acak tak ada yang salah untuk dipertahankan. Tetapi jangan puas di situ. Ada sistem penilaian yang lebih cerdas yang disebut Computerized Multistage Adaptive Testing (MSAT), yang memungkinkan siswa dapat melakukan tes sesuai level kompetensinya (tes adaptif).

Nah, setelah membandingkan perbedaan antara Asemen Kompetensi Minimum (AKM) dan Ujian Nasional (UN), apakah masih berpikiran untuk menyikapi AKM layaknya seperti UN?

Pahami esensi AKM dan hindari metode drill soal.


Soal-soal yang dikembangkan oleh Puspenjar , maupun dikembangkan oleh berbagai penulis/penerbit sebatas untuk mengenalkan berbagai tipe soal AKM serta mengenali serta memahami stimulus yang beragam.

Saatnya guru untuk mengenali level kompetensi siswanya sehingga akan mampu menyusun strategi pembelajaran yang efektif dan berkualitas sesuai dengan tingkat kompetensi siswa. 

“Teaching at the right level”

Selamat belajar.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daftar Blog Saya

Comments

Postingan Acak

Pengikut

Back To Top