Minggu, 07 Februari 2021

Seluk-Beluk Asesmen Nasional (Bagian 2)

 Seluk-Beluk Asesmen Nasional (Bagian 2)


Literasi Membaca dan Numerasi
Menjadikan literasi membaca dan numerasi menjadi kompetensi yang diujikan dalam Asesmen Nasional, dalam hal ini melalui Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), tentu bukanlah tanpa alasan. Dulu kita sering mendengar tentang Calistung, yaitu baca tulis hitung. Itulah kompetensi atau kemampuan pokok yang harus dikuasai tiap orang untuk menjawab berbagai permasalahan kehidupan. 
Literasi membaca dan matematika/numerasi dianggap sebagai kompetensi atau kemampuan mendasar yang harus dikuasai peserta didik terlepas dari apapun profesi dan cita-citanya di masa mendatang.

Literasi membaca dan numerasi ini harus dilatihkan sejak dini, sejak mereka di sekolah pada semua mata pelajaran. Asesmen Kompentensi Minimum (AKM) literasi membaca dan numeris tanggung jawab semua mata pelajaran bukan tanggung jawab mata pelajaran UN.

AKM bukan tanggung jawab mapel UN

Literasi itu sifatnya lintas mapel. Terkait dengan literasi membaca, sebenarnya sudah dicanangkan sejak lama melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS), yang memiliki 3 tahap yaitu pembiasaan, pengembangan, dan tahap pembelajaran. Demikian juga, dalam implementasi pembelajaran kurikulum 2013, kita telah memahami mengenai integrasi literasi dalam pembelajaran. Termasuk juga adanya metode saintifik (5M) dengan dicovery/inquiry/problem based/project based learning, pembelajaran HOTS, ketrampilan 4C (Critical Thinking, Communication, Creative Thinking, dan Collaboration), serta Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Jadi, sebenarnya siswa telah disiapkan untuk menjalani penilaian seperti AKM tersebut. Tinggal bagaimana mengoptimalkan integrasi ke-5 hal tersebut dalam pembelajaran.

Survei Karakter
Selain mengukur literasi membaca dan numerasi, Asesmen Nasional juga mengukur karakter siswa. Suatu penilaian yang tidak dapat dilakukan melalui Ujian Nasional yang cenderung mengukur aspek kognitif semata. Penilaian karakter ini pun sebenarnya sudah biasa dilakukan melalui penilaian sikap dalam pembelajaran. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menjadi bagian yang terintegrasi pada setiap mata pelajaran. Penilaian sikap biasa dilakukan dalam bentuk penilaian diri, penilaian antar teman, dan penilaian dari guru/wali kelas.

Yang penting dalam Asesmen Nasional ini adalah bukan hanya memotret hasil belajar kognitif tetapi juga hasil belajar sosial emosional siswa/peserta didik. Sisi sosial dan emosional peserta didik sangatlah penting menentukan bagaimana mereka nantinya menghadapi berbagai tantangan kehidupan dan bagaimana menjadi generasi yang bermanfaat bagi masyarakat.

Mulai sekarang saatnya mulai ada kesadaran baru bahwa penguasaan konten atau materi kurikulum menjadi tidak relevan karena di era sekarang, pengetahuan faktual semakin mudah diperoleh dan diakses oleh semua orang.  Sekedar mengetahui menjadi tidak cukup dan relevan. Pembelajaran beragam dengan materi yang lintas mata pelajaran perlu dikembangkan.
Ada seorang pembicara yang mengatakan bahwa merupakan kegagalan suatu penilaian ketika jawabannya ada di google.

Bagaimana menghadapi Asesmen Nasional?
Pertanyaan itu bisa muncul dari siswa, guru, atau orang tua tentunya. Jawabannya adalah banyak membaca berbagai ragam teks baik fiksi maupun nonfiksi (teks informasi), biasakan melatihkan nalar serta pahami esensi Asesmen Nasional ini. Bagaimana gambaran soal AKM bisa dilihat di https://pusmenjar.kemdikbud.go.id/akm/

Di web tersebut banyak ditemukan berbagai stimulus yang disajikan baik dalam bentuk teks, grafik, bagan, infografis dan kombinasinya dengan beragam tema. Fokus dengan mengenali berbagai jenis soal AKM serta bagaimana teknik memahami serta menyelesaikan permasalahan yang disajikan. Bukan urutan mengerjakan soalnya..itu sama saja dengan drilling...yang bukan saja tidak sesuai dengan esensi dilaksanakannya AKM tetapi juga merupakan hal yang sia-sia.

Penilaian AKM
AKM tidak mengenal skor atau nilai minimal. Nilai AKM individu tidak dipublikasikan. Meskipun demikian, setiap siswa diharapkan bisa mencapai level cakap atau mahir. Mengenai berbagai level kompetensi akan dibahas pada postingan selanjutnya. Secara umum, ada 4 kategori/level kompetensi yaitu perlu intervensi khusus, dasar, cakap, dan mahir.

Guru-guru, bahkan orang tua atau siswa dapat memetakan kemampuan pada tingkatan apa kompetensinya dengan menggunakan berbagai instrumen. Guru-guru bisa menggunakan instrumen AKM kelas. Orang tua pun sebenarnya bisa mengamati sejauh mana anak-anaknya dalam menangkap setiap bacaan yang dihadapinya.

Sekali lagi, hasil Asesmen Nasional baik dalam bentuk AKM maupun survei karakter dilaporkan  sebagai hasil sekolah bukan dalam individu siswa atau guru.

Yuuk...enjoy dan bahagia menghadapi AKM.







1 komentar:

  1. Alhamdullilah, semoga kita menjadi guru itu bukan karena faktor terpaksa, kita jadi guru itu karena pangilan hati dan jiwa, masalah finansial itu adalah nomor sekian. Adapun lain lain iru mengenai saudara kita setanah air itu bagian dari budiusaha untuk lekas bisa maju lebih baik lagi.Guru bangkit,guru gerak untuk menuju kemulyaan hidup.bergerak untuk memajukan anak bangsa demi cita-cita luhur dan cinta dengan para pendahulunya demi cinta dan cita-cita anak anak bangsa. makanya guru wajib bergerak dan terketuk hatinya demi kelanggengan anak cucu bangsa.

    BalasHapus

Daftar Blog Saya

Comments

Postingan Acak

Pengikut

Back To Top