Sabtu, 29 Januari 2022

Review Sosialisasi Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) di Purbalingga

Review Sosialisasi Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) di Purbalingga


Review Sosialisasi Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) di Purbalingga



Pada hari selasa (25/01), saya kembali melakukan sosialisasi program guru penggerak di sekolah-sekolah. Sebelumnya, saya sudah mengunjungi SMP N 2 Karangjambu (17/01) dan SMP N 1 Karangjambu (16/01) dan SMP N 2 Purbalingga (15/01). Pada minggu malam (23/01), saya melakukan sosialisasi bersama komunitas belajar.id kabupaten Purbalingga secara online.

Meski menyampaikan materi yang sama pada tiap-tiap sosialisasi tetapi selalu menemukan pertanyaan-pertanyaan yang berbeda. Pertanyaan yang muncul, misalnya :
1) Apakah guru penggerak wajib menjadi kepala sekolah?
2) Apakah guru penggerak tidak mengganggu kegiatan sekolah?
3) Apakah perbedaan antar guru penggerak dengan pengajar praktik?

Pertanyaan pertama, apakah guru penggerak wajib menjadi kepala sekolah bagi saya merupakan pertanyaan yang cukup mengagetkan. Bagi sebagian guru, syarat menjadi kepala sekolah diawali dari guru penggerak malah membuat mereka tidak berani mendaftar. Padahal sepemahaman saya, selain untuk meningkatkan motivasi para calon guru penggerak juga sebagai bagian dari reward serta menunjukkan bahwa kegiatan pendidikan guru penggerak ini memang benar-benar didesain untuk menciptakan pemimpin pembelajaran. Pemimpin pembelajaran ini bagi saya merupakan salah satu peran kepala sekolah yang menekankan pada keberhasilan mengelola pembelajaran dari kurikulum, implemetasinya dan berbagai layanan lain untuk meningkatkan potensi siswa.

Saya menyepakati bahwa peran ini belum maksimal dilaksanakan oleh kepala sekolah dengan seambreg tugas lain seperti sebagai administator, manager, supervisor dan lain-lain. Dan berdasarkan riset yang dilakukan oleh Stronger (1988) hanya 10 persen peran kepala sekolah terkait dengan peran kepemimpinan pembelajaran ini. Dengan keberadaan guru penggerak ini diharapkan akan menjadi mitra kepala sekolah agar kepemimpinan pembelajaran di tiap sekolah dapat maksimal. Tujuannya jelas yaitu menciptakan iklim yang kondusif agar proses pembelajaran pada siswa sehingga prestasi mereka menjadi optimal.

Menurut saya, iming-iming menjadi kepala sekolah ini jangan membebani. Kembalikan kepada niat kita untuk berperan secara dalam program ini agar transformasi pendidikan di Indonesia bisa lebih cepat, khususnya di Purbalingga.

Kedua, apakah kegiatan guru penggerak ini tidak mengganggu tugas utama guru? Pertanyaan kedua ini muncul dari Bu Ira sebagai bentuk kekhawatiran karena tugas guru memang sudah seambreg. Saya memahami betul guru Indonesia adalah guru yang hebat, multi talenta, multi tasking dan banyak peran ganda lainnya. Tugas tambahan ini sudah sangat menyita waktu apalagi ditambahi dengan mengikuti pelatihan selama 6 bulan.

Tentunya memang tidak mudah menyakinkan para guru, bahwa pelatihan dan pendampingan guru penggerak ini tidaklah mengganggu tugas utama, tetapi malah membantu menciptakan ruang-ruang kelas kita menjadi lebih semarak. Karena memang kegiatan ini terintegrasi dengan tugas utama guru dalam mengajar. Guru tidak membuat tugas baru yang terpisah dengan kelasnya, tetapi segala aksi nyata memang dilakukan pada kelas yang dimilikinya. Kalau guru tidak aktif mengajar malahan tidak bisa menjadi guru penggerak. Bentuk aksi nyata yang dilakukan misalnya membuat kesepakatan kelas, menerapkan pembelajaran diferensiasi dan sosial-emosional, serta melakukan komunikasi coaching dengan siswa.

Metode pelatihan program guru penggerak ini 70 persen belajar di tempat kerja dan komunitas praktik yang meliputi pemberian umpan balik dari atasan, rekan dan siswa. Sedangkan 20 persen belajar dari rekan dan guru lain, serta 10 persen belajar dengan nara sumber, fasilitator dan pendamping/pengajar praktik. Modul-modul yang akan diajar/dilatihkan pun bertahap dari paradigma dan visi guru penggerak, praktik pembelajaran yang berpusat pada murid, serta pemimpin pembelajaran dalam pengembangan sekolah. Menurut saya, materi program guru penggerak ini diawali dengan bagaimana guru-guru memerdekakan dirinya sampai menciptakan budaya positif di kelas/sekolah. Kemudian memerdekaan kelasnya melalui pembelajaran diferensiasi serta sosial emosional dengan teknik komunikasi coaching. Kemudian diakhiri dengan memerdekakan sekolah melalui pengelolaan program yang berpihak pada murid. Bagian ketiga ini merupakan aksi nyata para calon guru penggerak berperan sebagai pemimpin pembelajaran dalam pengembangan sekolah. Kegiatan ini melibatkan peran warga sekolah lain karena memamg bersifat lintas mapel dan lintas kelas.

Dari pengalaman, awalnya memamg guru-guru yang terlibat dengan kegiatan program guru penggerak ini butuh melakukan berbagai penyesuaian. Seperti harus mensinkronkan jadwal sinkron dengan narasumber dan fasilitator. Dan satu bulan sekali ada kunjungan pengajar praktik/pendamping ke sekolah dan lokakarya selama 1 hari penuh (biasanya hari sabtu). Tetapi lama-lama, kegiatan ini akan berjalan dengan alamiah dan tak terasa 6 bulan itu sangat cepat. Seperti halnya dengan teman-teman angkatan 1 yang menempuh 9 bulan hanya butuh penyesuaian di bulan-bulan pertama saja. Selanjutnya, loh kok dah 9 bulan ya?

Ketiga, apakah perbedaan antara calon guru penggerak dan pengajar praktik. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa calon guru penggerak ini sebagai peserta kegiatan ini, sedangkan pengajar praktik menjadi pendamping yang datang ke sekolah serta memfasilitasi kegiatan lokakarya di akhir pendampingan. Pengajar praktik ini akan menjadi "teman perjalanan" guru penggerak sampai akhir pendidikan. Tetapi, memang pengajar praktik ini tidak ikut melakukan aksi nyata sehingga dari segi pengalaman, calon guru penggeraklah yang mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan konsep merdeka belajar ini di ruang kelas/sekolah. Calon guru penggerak ini mendapatkan 306 JP selama 6 bulan (dulu 9 bulan), sedangkan saya sebagai pengajar praktik angkatan 1 dulu mendapatkan 116  JP. Beda banget khan ya baik dari sisi pengalaman maupun jam yang didapatkan.

Tentunya masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain baik melalui forum online/offline maupun lewat PM (Private Message) atau japri via WA. Tetapi pada dasarnya sosialisasi ini lebih menjawab pada pertanyaan WHY sehingga bisa menjadi  motivasi intrinsik yang sangat kuat mengikuti program pendidikan guru penggerak  (PGP) ini dengan merdeka atau kesadaran sendiri.

Jangan terlalu lama berpikir. Silahkan buka SIM PKB Bapak/Ibu guru dan daftar.


Review Sosialisasi Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP)  di Purbalingga
Sosialisasi PGP di SMP N 2 Karangjambu

Sosialisasi Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) di SMP N 4 Mrebet Purbalingga
Sosialisasi PGP di SMP N 4 Mrebet




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daftar Blog Saya

Comments

Postingan Acak

Pengikut

Back To Top